Pembelajaran
IPA (Ilmu Sains) menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar siswa mampu memahami alam sekitar melalui proses
“mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu siswa
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan
dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan
keterampilan proses penyelidikan atau “inquiry
skills” yang meliputi mengamati,
mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis,
merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide
pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta
mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar,
lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses
dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur,
sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat,
disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan
kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.
Oleh
karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya memberikan
pengalaman pada siswa sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran
berbagai besaran fisis. Para ilmuwan melakukan penyelidikan ilmiah
untuk mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan.
Banyak peralatan yang harus digunakan dalam penyelidikan ilmiah.
Banyaknya peralatan yang digunakan, perlu dipilih disesuaikan dengan
tahap pembelajaran dan materi yang diberikan kepada siswa. Masalah
yang timbul dalam pengukuran ilmiah adalah: besaran apa yang akan
diukur; bagaimana cara melakukan pengukuran yang benar; indikator apa
yang
digunakan untuk menentukan pengukuran; dan bagaimana cara menuliskan
atau melaporkan hasil pengukuran yang benar.
IPA
didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan
data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan
suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga
kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa
yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum
diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen,
(3) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup
pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban,
memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”,
“mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun
karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan
diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan
tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode
ilmiah.
Hakikat
IPA meliputi empat unsur utama yaitu: (1) sikap: rasa ingin tahu
tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab
akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui
prosedur yang benar; IPA bersifat open
ended;
(2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode
ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau
percobaan, pengukuran, evaluasi, dan penarikan kesimpulan; (3)
produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan (4) aplikasi:
penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat
unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat
unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga siswa dapat mengalami
proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui
kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan
bekerja dalam menemukan fakta baru.
IPA
merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami
uji kebenaran melalui prosedur/metode ilmiah, dengan ciri: (1)
obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan obyeknya, maksudnya
adalah bahwa kesesuaian atau dibuktikan dengan hasil penginderaan
atau empiris; (2) metodik, artinya pengetahuan itu diperoleh dengan
menggunakan cara-cara tertentu yang teratur dan terkontrol; (3)
sistematis, artinya pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu
sistem, tidak berdiri sendiri; satu dengan yang lain saling
berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu
kesatuan yang utuh; (4) berlaku umum (universal), artinya pengetahuan
itu tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seseorang atau
beberapa orang saja, tetapi semua orang dengan cara eksperimentasi
yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.
Salah
satu
syarat ilmu pengetahuan adalah bahwa materi pengetahuan itu harus
diperoleh melalui metode ilmiah. Ini berarti bahwa cara memperoleh
pengetahuan itu menentukan apakah pengetahuan itu termasuk ilmiah
atau tidak. Metode ilmiah tentu saja harus menjamin akan menghasilkan
pengetahuan yang ilmiah, yaitu yang bercirikan obyektivitas,
konsisten, dan sistematik.
Langkah-langkah
operasional metode ilmiah adalah:
Perumusan
masalah, merupakan pertanyaan apa, mengapa, ataupun bagaimana
tentang obyek yang diteliti. Masalah itu harus jelas batas-batasnya,
serta dikenal faktor-faktor yang mempengaruhinya;
Penyusunan
hipotesis, yang dimaksud hipotesis adalah suatu pernyataan yang
menunjukkan kemungkinan-kemungkinan jawaban untuk memecahkan masalah
yang telah ditetapkan. Hipotesis merupakan dugaan yang didukung
oleh pengetahuan yang ada. Hipotesis dapat dipandang sebagai jawaban
sementara dari permasalahan yang harus diuji kebenarannya melalui
suatu eksperimen;
Pengujian
hipotesis, yaitu berbagai usaha pengumpulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang telah diajukan untuk dapat memperlihatkan
apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau
tidak. Pada dasarnya, pengujian hipotesis ini merupakan proses
eksperimentasi. Dalam pelaksanaan eksperimen ini juga akan dilakukan
suatu pengamatan. Pengamatan terhadap suatu obyek dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan indera atau dengan
menggunakan alat ukur.
Penarikan
kesimpulan, didasarkan atas penilaian melalui analisis dari
fakta-fakta (data) yang diperoleh selama proses eksperimen, untuk
melihat apakah hipotesis yang diajukan itu diterima atau tidak.
Hipotesis itu dapat diterima bila fakta-fakta yang terkumpul itu
mendukung pernyataan hipotesis. Bila fakta-fakta tidak mendukung,
maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima merupakan suatu
pengetahuan yang kebenarannya telah diuji secara ilmiah, dan
merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
Keseluruhan
langkah tersebut di atas ditempuh melalui urutan yang teratur, dimana
langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah berikutnya. Dari
uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan
merupakan pengetahuan yang disusun secara sistematik, berlaku umum,
dan kebenarannya telah teruji secara empiris.
Dengan
metode ilmiah dapat dihasilkan ilmu pengetahuan yang ilmiah seperti
IPA. Kita telah mengetahui bahwa data yang digunakan untuk mengambil
kesimpulan ilmiah berasal dari pengamatan, dengan menggunakan panca
indera kita. Panca indera kita mempunyai keterbatasan kemampuan untuk
menangkap suatu fakta yang obyektif dan kuantitatif. Untuk
menghindari keterbatasan kemampuan ini diperlukan alat bantu berupa
peralatan (alat ukur).