A.
Ciri-ciri
Platyhelminthes
disebut juga cacing pipih. Tubuh pipih, simetri bilateral, terdapat
bagian anterior (depan) dan posterior (belakang). Cacing pipih
bersifat triploblastik, artinya memiliki tiga lapisan jaringan
embrional, yakni epidermis (lapisan luar), mesodermis (lapisan
tengah), dan endodermis (lapisan dalam). Hewan ini ada yang hidup
bebas, ada juga yang parasit pada hewan atau manusia. Cacing pipih
belum memiliki rongga tubuh yang sebenarnya (aselomata). Namun telah
memiliki sistem ekskresi, saraf, dan reproduksi. Cacing yang parasit
alat pencernaannya kurang berkembang.
B.
Klasifikasi
Filum
Platyhelminthes terdiri dari tiga kelas, yaitu kelas Turbellaria,
Trematoda, dan Cestoda.
1)
Turbellaria
Turbellaria
disebut juga cacing berbulu getar. Bentuk tubuh pipih, habitat di air
tawar yang jernih dan tenang, bagian tepi tubuh ditutupi silia/rambut
getar. Contohnya Dugesia sp (Planaria sp).
|
Cacing Planaria |
Planaria
bertubuh kecil, simetri bilateral, hidup bebas di air tawar.
Permukaan tubuhnya ditutupi silia, kepala berbentuk segitiga. Di
bagian kepala terdapat sepasang bintik mata/stigma, otak, dan
auricula (semacam cuping telinga). Hewan ini mempunyai sistem saraf
tangga tali, di mana terdapat sepasang ganglion otak dengan dua
lanjutan serabut saraf memanjang ke arah posterior yang dihubungkan
oleh serabut saraf melintang.
Sistem
pencernaan terdiri atas mulut, faring, yang berlanjut pada usus yang
bercabang-cabang yang disebut gastrovaskuler, tanpa anus. Faring
menonjol di sisi ventral dan berakhir dengan lubang mulut. Sistem
ekskresi terdiri dari sepasang saluran memanjang yang bermuara pada
lubang/pori di permukaan tubuh yang dinamakan sel api/flame cell.
Planaria dikenal memiliki daya regenerasi yang tinggi. Jika tubuhnya
terpotong atau hilang, bagian tersebut dapat dipulihkan. Ini
merupakan cara reproduksi aseksual Planaria. Planaria bersifat
hermaprodit, jadi satu individu mampu menghasilkan sperma dan ovum
sekaligus.
2)
Trematoda
Cacing
anggota kelas Trematoda semua bersifat parasit, baik pada hewan
maupun pada manusia. Bentuk tubuh menyerupai daun, pipih, memiliki
alat hisap bagian depan (anterior) dan alat hisap sisi perut
(posterior). Saluran pencernaan tidak berkembang. Permukaan tubuh
ditutupi oleh kutikula tidak bersilia.
Contoh:
a)
Fasciola hepatica (cacing hati)
Cacing
ini parasit pada hati domba (jarang pada hati sapi). Dalam daur
hidupnya cacing ini menempati tubuh siput air sebagai inang perantara
(hospes intermedier). Cacing ini bersifat hermaprodit.
Daur
hidup:
Cacing
dewasa bertelur dalam saluran empedu domba, kemudian telur keluar
bersama feses. Jika jatuh di tempat yang sesuai telur akan menetas
menjadi larva mirasidium. Selanjutnya mirasidium masuk ke tubuh siput
air (Lymnaea sp), berubah menjadi sporokista. Secara paedo-genesis
dalam sporokista terbentuk redia. Selanjutnya redia tumbuh menjadi
serkaria (larva berekor), kemudian serkaria keluar dari tubuh siput,
berenang lalu menempel pada tanaman air dan berubah menjadi
metaserkaria. Metaserkaria terbungkus dinding tebal membentuk kista.
Jika rumput termakan ternak, kista pecah kemudian larva menuju
saluran empedu (hati) menjadi cacing dewasa.
b)
Clonorchis sinensis
Cacing
ini parasit pada hati manusia. Memiliki dua inang perantara, yaitu
siput dan ikan. Daur hidupnya hampir sama dengan Fasciola hepatica,
hanya metaserkaria masuk ke tubuh ikan. Banyak menjangkiti orang yang
memiliki kebiasaan makan ikan mentah, seperti di Jepang, Cina,
Taiwan, dan Korea.
c)
Schistosoma haematobium (cacing darah), hidup dalam saluran darah dan
dapat menyebabkan anemia.
d)
Paragonimus westermani (cacing paru-paru), parasit pada paru-paru.
3)
Cestoda Cestoda
Disebut
juga cacing pita, karena bentuk- nya pipih memanjang seperti pita.
Tubuh bersegmen- segmen, masing-masing segmen disebut proglotid.
Proglotid seolah-olah dapat dipandang sebagai individu tersendiri
karena memiliki kelengkapan organ sebagaimana organisme. Oleh karena
itu segmentasi pada Cestoda dinamakan segmentasi strobilasi. Di
bagian anterior terdapat skoleks (kepala) yang dilengkapi dengan kait
(rostelum) dan alat isap (sucker). Cacing ini bersifat hermaprodit.
Proglotid
dewasa biasanya terdapat di bagian belakang, jauh dari kepala. Pada
proglotid ini mengandung alat reproduksi yang siap berfungsi. Alat
pencernaan kurang berkembang, sehingga cacing ini mengambil makanan
dari inang dengan cara absorbsi melalui seluruh permukaan tubuhnya.
Contoh:
a)
Taenia saginata (cacing pita sapi)
Cacing
dewasa parasit pada saluran pencernaan manusia dengan inang perantara
sapi. Bentuk tubuh pipih, bersegmen, panjang dapat mencapai 5 meter
atau lebih. Di bagian kepala/skoleks terdapat empat buah alat
isap/sucker, tanpa kait/rostelum untuk menempelkan diri pada tubuh
inang. Alat pencernaan tidak berkembang, sehingga cacing jenis ini
mengisap makanan dari inang melalui seluruh permukaan tubuh
b)
Taenia solium (cacing pita babi)
Cacing
ini jika menjadi parasit pada usus halus manusia. Bentuknya hampir
sama dengan Taenia saginata, hanya di bagian kepala terdapat kait/
rostelum, inang perantaranya babi dan berukuran sekitar 3 meter.
Cacing ini lebih berbahaya daripada cacing pita sapi.
c)
Diphyllobothrium latum, parasit pada manusia, inang perantara ikan.
d)
Echinococcus granulosus, parasit pada usus anjing.
C.
Peranan Platyhelminthes
Kebanyakan
Platyhelminthes merugikan karena bersifat parasit, baik pada manusia
maupun hewan ternak (domba, sapi, babi)