Masyarakat
pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang
dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun
1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom tersebut
sehingga pengaruhnya masih dapat dirasakan sampai sekarang.
Di
samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang
telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk
kesejahteraan umat manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya
zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang
antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan,
sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan
makanan, bidang hidrologi, yang merupakan aplikasi teknik nuklir
untuk non energi. Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang
energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkan secara
besar-besaran dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN),
dimana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik
yang relatif murah, aman dan tidak mencemari lingkungan.
1.
Sejarah Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga nuklir
Pemanfaatan
tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara komersial
sejak tahun 1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan
dioperasikan satu unit PLTN air ringan bertekanan tinggi (VVER = PWR)
yang setahun kemudian mencapai daya 5 Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris
dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled Reactor (GCR + Reaktor
berpendingin gas) dengan daya 100 Mwe.
Pada
tahun 1997 di seluruh dunia baik di negara maju maupun negara sedang
berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit PLTN yang tersebar di
31 negara dengan kontribusi sekitar 18 % dari pasokan tenaga listrik
dunia dengan total pembangkitan dayanya mencapai 351.000 Mwe dan 36
unit PLTN sedang dalam tahap kontruksi di 18 negara.
2.
Perbedaan Pembangkit Listrik Konvensional (PLK) dengan PLTN
Dalam
pembangkit listrik konvensional, air diuapkan di dalam suatu ketel
melalui pembakaran bahan fosil (minyak, batubara dan gas). Uap yang
dihasilkan dialirkan ke turbin uap yang akan bergerak apabila ada
tekanan uap. Perputaran turbin selanjutnya digunakan untuk
menggerakkan generator, sehingga akan dihasilkan tenaga listrik.
Pembangkit
listrik dengan bahan bakar batubara, minyak dan gas mempunyai potensi
yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan masalah transportasi
bahanbakar dari tambang menuju lokasi pembangkitan. Dampak lingkungan
akibat pembakaran bahan fosil tersebut dapat berupa CO2
(karbon dioksida), SO2 (sulfur dioksida) dan NOx (nitrogen
oksida), serta debu yang mengandung logam berat. Kekhawatiran
terbesar dalam pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil adalah
dapat menimbulkan hujan asam dan peningkatan pemanasan global.
|
Perbedaan Pembangkit listrik konvensional dengan pembangkit listrik tenaga Nuklir
|
PLTN
berperasi dengan prinsip yang sama seperti PLK, hanya panas yang
digunakan untuk menghasilkan uap tidak dihasilkan dari pembakaran
bahan fosil, tetapi dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan
fisil (uranium) dalam suatu reaktor nuklir. tenaga panas tersebut
digunakan untuk membangkitkan uap di dalam sistem pembangkit uap (
Steam Generator) dan selanjutnya sama seperti pada PLK, uap digunakan
untuk menggerakkan turbin generator sebagai pembangkit tenaga
listrik. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang
disirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi.
Proses
pembangkitan listrik ini tidak membebaskan asap atau debu yang
mengandung logam berat yang dibuang ke lingkungan atau melepaskan
partikel yang berbahaya seperti CO2, SO2, NOx
ke lingkungan, sehingga PLTN ini merupakan pembangkit listrik yang
ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari
pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk
padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi
PLTN sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari.
3.
Tentang Fisika Nuklir
Panas
yang digunakan untuk membangkitkan uap diproduksi sebagai hasil dari
pembelahan inti atom yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Apabila
satu neutron (dihasilkan dari sumber neutron) tertangkap oleh satu
inti atom uranium-235, inti atom ini akan terbelah menjadi 2 atau 3
bagian/fragmen. Sebagian dari energi yang semula mengikat
fragmen-fragmen tersebut masing- masing dalam bentuk energi kinetik,
sehingga mereka dapat bergerak dengan kecepatan tinggi. Oleh karena
fragmen-fragmen itu berada di dalam struktur kristal uranium, mereka
tidak dapat bergerak jauh dan gerakannya segera diperlambat.
Dalam
proses perlambatan ini energi kinetik diubah menjadi panas (energi
termal). Sebagai gambaaran dapat dikemukakan bahwa energi termal yang
dihasilkan dari reaksi pembelahan 1 kg uranium-235 murni besarnya
adalah 17 milyar kilo kalori, atau setara dengan energi termal yang
dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2400 ton) batubara.
Selain
fragmen-fragmen tersebut reaksi pembelahan menghasilkan pula 2 atau 3
neutron yang dilepaskan dengan kecepatan lebih besar dari 10.000 km
per detik. Neutron-neutron ini disebut neutron cepat yang mampu
bergerak bebas tanpa dirintangi oleh atom-atom uranium atau atom-atom
kelongsongnya. Agar mudah ditangkap oleh inti atom uranium guna
menghasilkan reaksi pembelahan, kecepatan neutron ini harus
diperlambat. Zat yang dapat memperlambat kecepatan neutron disebut
moderator.
4.
Air Sebagai Pemerlambat Neutron (Moderator)
Seperti
telah disebutkan di atas, panas yang dihasilkan dari reaksi
pembelahan, oleh air yang bertekanan 160 atmosfir dan suhu 300 0 C
secara terus menerus dipompakan ke dalam reaktor melalui saluran
pendingin reaktor. Air bersirkulasi dalam saluran pendingin ini tidak
hanya berfungsi sebagai pendingin saja melainkan juga bertindak
sebagai moderator, yaitu sebagai medium yang dapat memperlambat
neutron. Neutron cepat akan kehilangan sebagian energinya selama
menumbuk atom-atom hidrogen. Setelah kecepatan neutron turun sampai
2000 m per detik atau sama dengan kecepatan molekul gas pada suhu 300
0 C, barulah ia mampu membelah inti atom uranium-235.
Neutron yang telah diperlambat disebut neutron termal.
5.
Reaksi Pembelahan Inti Berantai Terkendali
Untuk
mendapatkan keluaran termal yang mantap, perlu dijamin agar banyaknya
reaksi pembelahan inti yang terjadi dalam teras reaktor dipertahankan
pada tingkat tetap, yaitu 2 atau 3 neutron yang dihasilkan dalam
reaksi itu hanya satu yang dapat meneruskan reaksi pembelahan.
Neutron
lainnya dapat lolos keluar reaktor, atau terserap oleh bahan lainnya
tanpa menimbulkan reaksi pembelahan atau diserap oleh batang kendali.
Batang kendali dibuat dari bahan-bahan yang dapat menyerap neutron,
sehingga jumlah neutron yang menyebabkan reaksi pembelahan dapat
dikendalikan dengan mengatur keluar atau masuknya batang kendali ke
dalam teras reaktor.
Sehubungan
dengan uraian di atas perlu digarisbawahi bahwa :
Reaksi pembelahan berantai hanya dimungkinkan apabila ada moderator.
Kandungan uranium-235 di dalam bahan bakar nuklir maksimum adalah
3,2 %.
Kandungan
ini kecil sekali dan terdistribusi secara merata dalam isotop
uranium-238, sehingga tidak mungkin terjadi reaksi pembelahan
berantai secara tidak terkendali di dalamnya.
6.
Radiasi dan Hasil Belahan
Fragmen-fragmen
yang diproduksi selama reaksi pembelahan inti disebut hasil belahan,
yang kebanyakan berupa atom-atom radioaktif seperti xenon-133,
kripton-85 dan iodium- 131. Zat radioaktif ini meluruh menjadi atom
lain dengan memancarkan radiasi alpha, beta, gamma atau neutron.
Selama
proses peluruhan, radiasi yang dipancarkan dapat diserap oleh
bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor, sehingga energi yang
dilepaskan berubah menjadi panas. Panas ini disebut panas peluruhan
yang akan terus diproduksi walaupun reaktor berhenti beroperasi. Oleh
karena itu reaktor dilengkapi dengan suatu sistem pembuangan panas
peluruhan. Selain hasil belahan, dalam reaktor dihasilkan pula bahan
radioaktif lain sebagai hasil aktivitas neutron. Bahan radioaktif ini
terjadi karena bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor (seperti
kelongsongan atau bahan struktur) menangkap neutron sehingga berubah
menjadi unsur lain yang bersifat radioaktif.
Radioaktif
adalah sumber utama timbulnya bahaya dari suatu PLTN, oleh karena itu
semua sistem pengamanan PLTN ditujukan untuk mencegah atau
menghalangi terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan dengan aktivitas
yang melampaui nilai batas ambang yang diizinkan menurut peraturan
yang berlaku.
7.
Keselamatan Nuklir
Berbagai
usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan
masyarakat, para pekerja reaktor dan lingkungan PLTN. Usaha ini
dilakukan untuk menjamin agar radioaktif yang dihasilkan reaktor
nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik selama operasi maupun jika
terjadi kecelakaan.
Tindakan
protektif dilakukan untuk menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan
aman setiap waktu jika diinginkan dan dapat tetap dipertahanan dalam
keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untyuk ini
panas peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor,
karena dapat menimbulkan bahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor.
a.
Keselamatan terpasang
Keselamatan
terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium.
Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak
tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan
bertambah, sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang
dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras
reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal beroperasi.
b.
Penghalang Ganda
PLTN
mempunyai sistem pengaman yang ketat dan berlapis-lapis, sehingga
kemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkannya
sangat kecil. Sebagai contoh, zat radioaktif yang dihasilkan selama
reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99%) akan tetap
tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagai
penghalang pertama.
Selama
operasi maupun jika terjadi kecelakaan, kelongsongan bahan bakar akan
berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat
radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Dalam hal zat radioaktif
masih dapat keluar dari dalam kelongsongan, masih ada penghalang
ketiga yaitu sistem pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada
penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal
± 20 cm. Penghalang kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5-2
m. Bila zat radioaktif itu masih ada yang lolos dari perisai beton,
masih ada penghalang keenam, yaitu sistem pengungkung yang terdiri
dari pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5-2 m yang kedap
udara.
Jadi
selama operasi atau jika terjadi kecelakaan, zat radioaktif
benar-benar tersimpan dalam reaktor dan tidak dilepaskan ke
lingkungan. Kalaupun masih ada zat radioaktif yang terlepas jumlahnya
sudah sangat diperkecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak
berarti.
|
Sistem Keselamatan Reaktor dengan Penghalang Ganda |
c.
Pertahanan Berlapis
Disain
keselamatan suatu PLTN menganut falsah pertahanan berlapis (defence
in depth). Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan
pertama, PLTN dirancang, dibangun dan dioperasikan sesuai dengan
ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir;
lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan sistem
pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi
akibat-aibat dari kecelakaan yang mungkin dapat terjadi selama umur
PLTN dan lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem
pengamanan tambahan, yang dapat diperkirakan dapat terjadi pada suatu
PLTN. Namun demikian kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya
sedemikian sehingga tidak akan pernah terjadi selama umu uperasi
PLTN.
8.
Limbah Radioaktif
Selama
operasi PLTN, pencemaran yang disebabkan oleh zat radioaktif terhadap
linkungan dapat dikatakan tidak ada. Air laut atau sungai yang
dipergunakan untuk membawa panas dari kondesnsor sama sekali tidak
mengandung zat radioaktif, karena tidak bercampur dengan air
pendingin yang bersirkulasi di dalam reaktor.
Gas
radioaktif yang dapat keluar dari sistem reaktor tetap terkungkung di
dalam sistem pengungkung PLTN dan sudah melalui sistem ventilasi
dengan filter yang berlapis-lapis. Gas yang dilepas melalui cerobong
aktivitasnya sangat kecil (sekitar 2 milicurie/tahun), sehingga tidak
menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Pada
PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas
rendah (70 – 80 %). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan
pada proses daur ulang elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila
elemen bakar bekasnya tidak didaur ulang, limbah aktivitas tinggi ini
jumlahnya sangat sedikit.
Penangan
limbah radioaktif aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi
pada umumnya mengikuti tiga prinsip, yaitu :
Memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi,
kompaksi/ditekan.
Mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk
memudahkan dalam transportasi dan penyimpanan.
menyimpan limbah yang telah diolah, di tempat yang terisolasi.
Pengolahan
limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume,
kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif
(vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya
terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat.
Pengolahan
limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses
insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan
limbah yang tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan
kompaksi/penekanan dan dipadatkan di dalam drum/beton dengan semen.
Sedangn limbah padat yang tidak dapat dibakar atau tidak dapat
dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian
dipadatkan dengan semen atau gelas masif.
Selanjutnya
limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50
tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan
secara lestari. Tempat penyimpanan lembah lestari dipilih di
tempat/lokasi khusus, dengan kondisi geologi yang stabil dan secara
ekonomi tidak bermanfaat.