A. Perkembangan Industri Minyak Sebelum Perang Kemerdekaan
Minyak bumi telah dikenal rakyat Indonesia sejak abad pertengahan, misalnya penggunaan minyak bumi oleh orang Aceh untuk memerangi armada Portugis. Industri minyak bumi modern di Indonesia dimulai pada tahun 1871 yaitu usaha pemboran pencarian minyak bumi untuk yang pertama kali di Desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh seorang pengusaha asal Belanda bernama Jan Reerink. Namun usaha pemboran yang dilakukan di dekat suatu rembasan akhirnya mengalami kegagalan.
Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia ialah pada tahun 1883, yaitu dengan ditemukannya lapangan minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan di Sumatera Utara oleh seorang Belanda bernama A.G Zeijlker. Penemuan ini disusul oleh penemuan lain, yaitu lapangan minyak di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Pada waktu yang bersamaan juga ditemukan lapangan minyak Ledok di Cepu, Jawa Tengah. Minyak hitam di dekat Muara Enim di Sumatera Selatan, dan Riam Kiwa di daerah Sanga-Sanga di Kalimantan. Penemuan sumber minyak Telaga Said oleh A.G Zeijlker merupakan modal pertama bagi berdirinya suatu perusaaan yang dewasa ini dikenal dengan nama Shell.
Menjelang akhir abad ke-19 terdapat 18 perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan suatu perusahaan terbatas bernama Koninklijke Petroleum Maatschappij yang dimodali oleh penemuan A.G Zeijlker di Sumatera utara tersebut. Kemudian perusahaan ini bergabung dengan Shell Transport Trading Company dan dilebur menjadi satu perusahaan yang dinamakan The Asiatic Petroleum Company atau Shell Petroleum Company. Pada tahun 1907 didirikan Shell Group yang terdiri dari Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dan Anglo Saxon.
Pada tahun 1912 perusahaan Amerika mulai masuk ke Indonesia dengan mendirikan perusahaan N.V Standard Vacuum Petroleum Maatschappij yang mempunyai cabang di Sumatera Selatan bernama Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) yang setelah peran kemerdekaan berubah menjadi P.T Stanvac Indonesia. Perusahaan ini menemukan lapangan minyak Pendopo pada tahun 1921 di Sumatera Selatan yang merupakan lapangan minyak terbesar di Indonesia pada saat itu. Untuk mengimbangi perusahaan Amerika yang masuk pada saat itu, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan gabungan antara pemerintah dan Bataafsche Petroleum Maatschappij, yaitu Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij, yang setelah perang dunia II menjadi P.T Permindo dan kemudian pada tahun 1961 menjadi P.N Pertamina.
Pada tahun 1920 masuk dua perusahaan Amerika yang baru yaitu Standard Oil of California dan Texaco, yang pada tahun 1930 membentuk Nederlandsche Pacific Petroleum Mij (NPPM) dan sekarang telah mejelma menjadi P.T Caltex Pasifik Indonesia. Perusahaan ini mengadakan eksplorasi secara besar- besaran pada tahun 1935 di Sumatera Tengah dan menemukan lapangan minyak Sebangga pada tahun 1940 serta lapangan minyak Duri tahun 1941. Di daerah konsesi perusahaan ini, tentara Jepang menemukan lapangan minyak raksasa Minas pada tahun 1944 dan dibor kembali oleh Caltex pada tahun 1950.
Pada tahun 1935 untuk mengeksplorasi minyak bumi di Irian Jaya dibentuk sebuah perusahaan gabungan antara BPM, NPPM, NKPM, dan satu anak perusahaan diberi nama Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij (NNGPM) dengan hak mengadakan eksplorasi minyak bumi selama 25 tahun. Pada tahun 1938 lapangan minyak klamono ditemukan, disusul dengan lapangan minyak Wasian, Mogoi, dan Sele. Namun, perusahaan ini tidak berhasil menemukan lapangan minyak yang berarti, dan pada tahun 1960 diserahterimakan kepada perusahaan SPCO dan kemudian diambil alih oleh Permina pada tahun 1965. Ini adalah perkembangan industri minyak sebelum perang kemerdekaan.
B. Sejarah Metoda Eksplorasi di Indonesia
Di Indonesia pencarian minyak dilakukan mula-mula oleh Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) yang pada waktu itu bernama Koninklijke. Pada saat perusahaan ini mulai beroperasi di Indonesia disewanya dua orang ahli geologi yaitu Dr. C. Porro dan Dr. C. Schmidt yang kemudian menjadi guru besar dalam ilmu geologi di Brussel. Pada awalnya hanya dilakukan pemetaan geologi permukaan dengan mengadakan eksplorasi di sepanjang sungai unuk mencari singkapan, dan kemudian dilakukan pemboran. Para ahli geologi membuat peta geologi berdasarkan singkapan, terutama peta sruktur, dan kemudian dilakukan suatu prognase dan pemboran eksplorasi. Hingga perang dunia I eksplorasi sampai beribu meter merupakan suatu hal yang luar biasa. Pada tahun 1910 mulai dilakukan pemboran inti dan pada tahun 1918 dilakukan pemboran spiral tangan. Pemboran geologi yang lebih dalam menggunakan mesin berbahan bakar bensin.
Pada tahun 1920 metode baru mulai dimasukkan di Indonesia yaitu metode geofisika. Metode geofisika yang pertama kali digunakan adalah metode gravitasi dan metode seismik, kedua metode ini dilakukan oleh Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dalam eksplorasi minyak bumi. Namun, secara luas metode gravitasi digunakan di Indonesia pada tahun 1924 setelah berhasil baik di Amerika dan penggunaan metode seismik dilakukan di Indonesia sejak tahun 1937. Permulaan pemakaian log pertama kali dilakukan oleh Perusahaan Schlumberger bersamaan dengan penerapan mikropaleontologi di Indonesia.
Metode pemetaan udara dilakukan pertama kali di Indonesia pada tahun 1932, yaitu di Sumatera Selatan dan kemudian di Sumatera Utara pada tahun 1934. Pemetaan dilakukan oleh angkatan darat Hindia-Belanda dengan skala 1 : 10.000. Pada tahun itu pula dilakukan pemetaan udara secara besar-basaran di Kepala Burung, Irian Jaya. Pemetaan udara berlangsung dari tahun 1935- 1937. Pemetaan udara sangat membantu dalam interpretasi geologi daerah tersebut. Pemetaan udara berikutnya dilakukan pada tahun 1938 di Kalimantan.
C. Perkembangan Industri Minyak Setelah Perang Kemerdekaan
Pada revolusi fisik tahun 1945-1950 terjadilah pengambilalihan semua instalasi minyak oleh Republik Indonesia. Pada tahun 1945 didirikan P.T Minyak Nasional Rakyat yang pada tahun 1954 berubah menjadi Perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara. Pada tahun 1957 didirikan P.T Permina oleh
Kolonel Ibnu Sutuwo yang kemudian menjadi P.N Permina pada tahun 1960.
Pada tahun 1959 Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij menjelma menjadi P.T Permindo yang kemudian pada tahun 1961 menjadi P.N Pertamin. Pada waktu itu juga di Jawa Timur dan Jawa Tengah telah berdiri Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia yang kemudian menjelma menjadi P.N Permigan dan setelah tahun 1965 dilikuidasi dan diambillah oleh P.N Permina. Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing dihapuskan dan diganti dengan sistem kontrak karya.
Pada tahun 1964 perusahaan SPCO diserahkan kepada P.N Permina. Tahun 1965 merupakan sejarah baru dalam perminyakan Indonesia dengan dibelinya seluruh kekayaan Bataafsche Petroleum Maatschappij – Shell oleh P.N Permina. Pada tahun itu seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi P.N Permina dan P.N Pertamin dan dimulainya sistem kontrak bagi hasil (production sharing). Perusahaan asing hanya bisa bergerak sebagai kontrakor saja dengan hasil produksi minyak dibagikan dan bukan dalam bentuk pembayaran royalti.
Sejak tahun 1967 eksplorasi besar-besaran dilakukan oleh P.N Pertamin dan P.N Permina baik di darat maupun di laut yang bekerja sama dengan kontrakor asing. Tahun 1966 P.N Pertamin dan P.N Permina digabung menjadi P.N Pertamina yang kemudian merupakan satu-satunya perusahaan minyak nasional. Tahun 1969 merupakan tahun yang sangat penting karena ditemukannya lapangan minyak lepas pantai (lapangan minyak Arjuna) di dekat Pamanukan Jawa Barat dan tidak lama kemudian ditemukan pula lapangan minyak Jatibarang oleh Pertamina. Pada tahun 1970 menyusul dengan ditemukannya lapangan minyak Kasim di Irian Jaya di daerah yang ditinggalkan oleh Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij (NNGPM) yang kemudian ternyata merupakan sumur dengan produksi yang paling besar, yaitu 20.000 barel/hari.