Perwujudan
kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang
kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga
dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara
optimal.
Pencemaran
udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat
memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai
kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan
perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar
dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran
udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti
kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll.
Dampak
dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas
udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Udara
merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia
perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi
kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program
pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh
program unggulan.
Pertumbuhan
pembangunan seperti industri, transportasi, dll disamping memberikan
dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif
dimana salah satunya berupa pencemaran udara dan kebisingan baik yang
terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor)
yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan
penyakit.
Diperkirakan
pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan
kendaraan bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi
tahun 1990 dan 10 kali pada tahun 2020.
Hasil
studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat
keramaian di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta
dan Semarang menunjukkan gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM)
280 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76 ppm, dan kadar NOx
sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai ambang
batas/standar kualitas udara.
Hasil
pemeriksaan kualitas udara disekitar stasiun kereta api dan terminal
di kota Yogyakarta pada tahun 1992 menunjukkan kualitas udara sudah
menurun, yaitu kadar debu rata-rata 699 ug/m3, kadar SO2
sebesar 0,03–0,086 ppm, kadar NOx sebesar 0,05 ppm dan
kadar Hidro Karbon sebesar 0,35–0,68 ppm.
Kondisi
kualitas udara di Jakarta Khususnya kualitas debu sudah cukup
memprihatinkan, yaitu di Pulo Gadung rata-rata 155 ug/m3,
dan Casablanca rata-rata 680 ug/m3, Tingkat kebisingan pada terminal
Tanjung Priok adalah rata-rata 74 dBA dan di sekitar RSUD Koja 63
dBA.
Disamping
kualitas udara ambien, kualitas udara dalam ruangan (indoor air
quality) juga merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena
akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Timbulnya
kualitas udara dalam ruangan umumnya disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya sumber kontaminasi di
dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan (10%), mikroba
(5%), bahan material bangunan (4%) , lain-lain (13%).
Sumber
pencemaran udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah tangga dari
dapur yang berupa asap, Menurut beberapa penelitian pencemaran udara
yang bersumber dari dapur telah memberikan kontribusi yang besar
terhadap penyakit ISPA.
Pada
saat kebakaran hutan tahun yang lalu, kualitas udara di wilayah
Kalimantan Barat sudah pada taraf membahayakan Kesehatan dimana kadar
debu mencapai angka di atas 1.490 ug/m3 , dimana batas
ambang yang diperkenankan sebesar 230 ug/m3. Kabut asap
akibat kebakaran hutan yang telah merambah ke berbagai propinsi,
seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Riau, bahkan telah
berpengaruh sampai wilayah manca negara seperti Malaysia dan
Thailand.
Mengingat
bahayanya pencemaran udara terhadap kesehatan sebagaimana kasus-kasus
tersebut diatas, maka dipandang perlu bagi petugas kesehatan di
daerah untuk mengetahui berbagai parameter pencemar seperti : sifat
bahan pencemar, sumber dan distribusi, dan dampak yang mungkin
terjadi juga cara pengendalian, maka diperlukan suatu pedoman atau
acuan dalam rangka meminimalkan terjadi dampak terhadap kesehatan .
Jenis
parameter pencemar udara dalam buku pedoman ini didasarkan pada baku
mutu udara ambien menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999,
yang meliputi :
Sulfur dioksida (SO2), Karbon monoksida (CO),
Nitrogen dioksida (NO2),
Oksidan (O3),
Hidro karbon (HC),
TSP (debu),
Pb (Timah Hitam), Dustfall (debu jatuh).