Pada
suatu hari, terjadi tabrakan antara truk dan bus di jalan tol
Jakarta-Cikampek. Tabrakan bermula karena truk yang melaju dari arah
Cikampek menuju Jakarta tiba-tiba membelok ke kanan, melintasi median
jalan, dan masuk ke jalur tol arah Jakarta menuju Cikampek. Sementara
itu, bus yang sedang melaju cepat ke arah Cikampek tidak dapat
menghindari truk yang tiba-tiba muncul di hadapannya, dan tabrakan
pun terjadi. Diduga kuat sopir truk mengantuk dan tanpa sadar
membanting setir ke kanan sehingga truk masuk ke jalur arah
berlawanan.
Ada
dua hal yang dapat dipelajari dari tabrakan yang menewaskan sembilan
orang dan menciderai 10 orang ini. Pertama, jangan mengemudikan
kendaraan dalam keadaan mengantuk. Berhentilah di tempat
peristirahatan yang telah disediakan, dan beristirahatlah. Namun,
jika sudah terlalu mengantuk, berhentilah di bahu jalan, nyalakan
lampu hazard, dan beristirahatlah. Kedua, manusia memiliki
keterbatasan dalam mengantisipasi sesuatu yang tiba-tiba muncul di
hadapannya.
Kodratnya
sebagai makhluk pejalan kaki, manusia hanya mampu mengantisipasi
sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapannya jika ia bergerak di bawah
10 km/jam. Jika bergerak di atas itu, ia tidak bisa menghindar.
Kemampuan ini berhubungan dengan kecepatan manusia dalam bereaksi.
Umumnya manusia memerlukan 0,8 sampai 1 detik untuk bereaksi. Jika
seseorang melajukan kendaran dengan kelajuan 50 km/jam, maka waktu 1
detik untuk bereaksi itu sama dengan 14 meter (dibulatkan). Sebab, 50
km/jam sama dengan 14 m/s. Dan mobil yang melaju 50 km/jam memerlukan
14 m untuk sepenuhnya berhenti. Jadi, jarak total yang diperlukan
untuk sepenuhnya berhenti adalah 28 m. Pada kecepatan sebesar 90
km/jam, total jarak yang diperlukan 70 m. Sedangkan pada kelajuan 130
km/jam, total jarak yang diperlukan 129 m.
Kebiasaan
memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi tidak menjadikan seseorang
bisa mengatasi kodratnya sebagai makhluk pejalan kaki. Bahkan,
seorang pembalap F1 sekelas Michael Schumacher pun tidak bisa
menghindar saat mobil F1 yang berada di depannya berhenti atau
mengurangi kecepatan secara tiba-tiba. Oleh karena itu, saat memacu
mobil dengan kecepatan tinggi (di atas 80 km/jam), seorang pengemudi
harus memusatkan seluruh perhatiannya ke jalan. Memusatkan seluruh
perhatian ke jalan, termasuk memperhatikan gerak-gerik kendaraan yang
datang dari arah berlawanan, sulit dilakukan jika mobil dipacu dengan
kecepatan tinggi. Hal ini disebabkan sudut pandang pengemudi
menyempit seiring dengan meningkatnya kecepatan. Pada kecepatan
sebesar 40 km/jam sudut pandang pengemudi 100°, 70 km/jam menjadi
75°, 100 km/jam menjadi 45°, dan pada kecepatan 130 km/jam menjadi
30°.
Sayangnya,
dalam kehidupan sehari-hari jarang ada kendaraan yang melaju dijalan
dengan menjaga jarak aman. Pada umumnya, jarak antar-kendaraan 3
sampai 4 meter saja. Bahkan juga saat mobil dipacu di atas 80 km/jam.
Selain itu, jarang pengemudi yang memperhatikan kondisi fisiknya.
Meskipun mengantuk, lelah, atau mengonsumsi obat yang menyebabkan
kantuk, mereka tetap memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Itulah
sebabnya, saat dijalan ada kendaraan yang mengerem mendadak, lansung
terjadi tabrakan beruntun.
Berdasarkan
studi yang dilakukan diberbagai negara, diketahui bahwa 80% dari
kecelakaan di jalan raya karena kesalahan pengemudi (human error).
Sisanya terjadi karena hal-hal lain seperti pengemudi kendaraan lain,
ban pecah, rem blong, atau jalan jelek. Oleh karena itu, periksalah
kendaraan Anda saat akan melakukan perjalanan jauh dan jagalah fisik
Anda agar tetap dalam kondisi prima.
Demikianlah artikel tentang Cara Aman Berkendara ini saya sampaikan, semoga bermanfaat, selamat berkendara dan hati-hati dijalan ... :)